Nestapa Kampung Dolar, Rumah Hilang Digempur Abrasi

Bising suara mesin kapal motor nelayan silih berganti, saat pagi datang menyapa Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Mencari tepian, menyandarkan kapal, seraya membawa hasil tangkapan melaut semalam.

Rutinitas tersebut berlangsung setiap hari karena mayoritas warga di kampung tersebut berprofesi sebagai nelayan.

Pemandangan Kampung Beting pagi hari.

Di tanah setengah kering, berdiri sebuah rumah yang luasnya 4×6 meter persegi, berdampingan dengan sisa air laut pasang. Adalah Sayim (43), sang pemilik rumah ini, yang juga ketua RT 03/ RW 02.

Dirinya begitu bersemangat menuturkan kisah tentang derasnya gempuran abrasi yang menghancurkan sebagian permukiman warganya. Kejadiannya begitu cepat, tak terasa dua belas tahun, sejak 2005, bencana ini menjadi teman sehari-hari, ungkap Sayim, Jumat (9/6).

Menjahit jala ikan yang sobek.

Sebagian warga pun mulai meninggalkan huniannya. Pasalnya, rumah yang ditempati sudah tidak layak tinggal, terkikis oleh kerasnya air laut. Namun, sebagian dari mereka masih bertahan.

Lain cerita dengan Sayim, Marwan, Ketua RT05/RW02 mengisahkan tentang hilangnya permukiman warga yang dihuni sekitar 80 kepala keluarga, menyatu dengan air laut.

Akan tetapi, Kampung Beting bukan berarti tak pernah merasakan masa keemasan. Sekitar tahun 90-an, kampung ini pernah dijuluki sebagai “kampung dolar”. Bagaimana tidak, pada pagi saat pasang perangkap, sore hari panen, maka sudah jadi duit.

Mayoritas profesi warga setempat adalah nelayan.
Tahun 2005 merupakan awal terjadinya abrasi di Kampung Beting.
Rumah warga yang hancur akibat abrasi.
Sekitar 80 kepala keluarga RT05/RW02 hilang tempat tinggal karena menyatu bersama lautan.
Warga melintas di jalan utama yang terkena air pasang laut.
aktifitas warga dengan latar belakang tanaman mangrove.
Seorang anak kecil berdiri termenung.
Sejumlah warga duduk santai di atas tanggul buatan untuk menahan air pasang.
Mencari ikan dengan menutup aliran, ketika air pasang.
Anak-anak menarik perangkap ikan di depan rumah warga yang terkena abrasi.
Warga melintas usai melaksanakan shalat.
Tanaman mangrove untuk mengatasi abrasi.

“Kampung dolar” kini berbalik pilu kondisinya. Kiasan kata itu pun larut bersama abrasi. Jika kering kaya bantaran, pasang, seperti lautan.

Rasa takut itu menghantui. Menanti giliran datang, saat abrasi merenggut rumah tinggal mereka.

Apalah daya, semua ulah ketamakan manusia juga. Rasa ingin memiliki berhektare-hektare tambak, tanpa memikirkan pewaris generasi selanjutnya.

Kini, mereka hanya bisa berharap pada Sang Kuasa dan segenggam bibit tanaman mangrove untuk mengakhiri semua kepiluan ini.

Foto dan Teks: Jhony Hutapea

 

 

Leave a comment